Minggu, 30 Oktober 2011

Tugas metafisika agoes .


Pendahuluan

A.     Pengertian metafisika
Metafisika berasal dari (Bahasa Yunani: μετά (meta) = "setelah atau di balik", φύσικα (phúsika) = "hal-hal di alam") adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Beberapa Tafsiran Metafisika Dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural)dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu. Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata. Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik. sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat.keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.
B.     Pengertian islam
Islam berasal dari bahasa (Arab: al-islām, الإسلام Tentang suara inidengarkan (bantuan·info): "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia,[1][2] menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."[7] Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."[8] Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.[9]
Secara etimologis kata Islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām, kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.
C.     Kaitan Metafisika dalam Islam
Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Selain menaruh filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Hubungan filsafat dan agama di Barat telah terjadi sejak periode Yunani Klasik, pertengahan, modern, dan kontemporer, meskipun harus diakui bahwa hubungan keduanya mengalami pasang surut. Dewasa ini di Barat terdapat kecenderungan yang demikian kuat terhadap peranan agama. Masyarakat modern yang rasionalistik, vitalistik, dan materialistik, ternyata hampa spiritual, sehingga mulai menengok dunia Timur yang kaya nilai-nilai spiritual
Kalau dilihat melaui sudut pandang islam maka hubungan anatar filsafat dan agama yaitu sangat erat hubungannya. Al quraan mengatakan bahwa sarana yang digunakan dalam mempelajari objek yakni akal dan objek yang diperintahkan untuk dipelajari yaitu yang bersifat realitas secara menyeluruh. Ayat-ayat yang menerangkan itu antaranya “maka berpikirlah wahai orang-orang yang berakal dan berbudi. Disini dapat kita katakan bahwa Al Quraan memandang positif hubungan antara filsafat dan agama.
Kerja akal disebut berfilsafat jika dalam memakainya seseorang menggunakan metode berpikir yang memenuhi syarat-syarat pemikiran logis . Kebenaran tidak akan berlawanan dengan kebenaran sehingga jika pemikiran akal (sebagai sumber asasi filsafat) dan Al Quraan (sebagai sumber asasi agama) tidak membawa pertentangan maka itu merupakan suatu kebenaran.
Mengenai dikotomi agama dan filsafat serta hubungan antara keduanya para pemikir terpecah dalam tiga kelompok: kelompok pertama, berpandangan bahwa antara keduanya terdapat hubungan keharmonisan dan tidak ada pertentangan sama sekali. Kelompok kedua, memandang bahwa filsafat itu bertolak belakang dengan agama dan tidak ada kesesuaiannya sama sekali. Kelompok ketiga, yang cenderung moderat ini, substansi gagasannya adalah bahwa pada sebagian perkara dan persoalan terdapat keharmonisan antara agama dan filsafat dimana kaidah-kaidah filsafat dapat diaplikasikan untuk memahami, menafsirkan dan menakwilkan ajaran agama.
Sangat penting untuk digaris bawahi bahwa yang dimaksud filsafat dalam makalah ini adalah metafisika (mâ ba'd ath-thabî'ah). Jadi subyek pengkajian kita adalah hubungan antara agama dan metafisika, namun metafisika menurut perspektif para filosof Islam.
Sebelumnya telah disinggung bahwa sebagian pemikir Islam memandang bahwa antara agama dan filsafat terdapat keharmonisan. Sekitar abad ketiga dan keempat hijriah, filsafat di dunia Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat, Abu Yazid Balkhi, salah seorang filosof dan teolog Islam, mengungkapkan hubungan antara agama dan filsafat, berkata, "Syariat (baca: agama) adalah filsafat mayor dan filosof hakiki adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran syariat." Ia yakin bahwa filsafat merupakan ilmu dan obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan segala penyakit kemanusiaan.

Pembahasan

Unsur-Unsur Metafisika islam

Metafisika merupakan ca­bang ilmu yang dulu banyak digunakan untuk memahami berbagai fenomena kehidupan dan alam semesta. Istilah metafisika dimunculkan oleh filosof Yunani Aristoteles. Arti dasar dari me­tafisika adalah "mengikuti fisika" atau "setelah fisika" (ta meta ta physica).
Penjelajahan Aristoteles terhadap metafisika dimulai dengan menulis buku pertamanya Alpha Minor, di mana ia mencoba me­mahami kenyataan berdasarkan prinsip sebab-akibat. Ia menga­takan, rangkaian sebab-akibat di alam semesta pasti ada titik awal-nya. Ia haruslah menjadi sebab sejati. Aristoteles sampai menulis 14 buku tentang metafisika ini, termasuk Beta (buku ketiga), Gammna (buku keempat), Delta (buku kelima), Epsilan (buakna keenam), Theta (bnkic kesembilan), dan Kappa (buku kesebelas).
Kesimpulan yang menarik dari buku terakhir (buku keempat­belas) adalah, pencarian Aristoteles terhadap sebab sejati itu kem­bali kepada buku pertama: bahwa segala yang ada berasal dari sebab pertama, yaitu Tuhan Pencipta. Berkali-kali Aristoteles ber­bicara tentang nilai dan kedudukan tinggi Bab tentang Filsafat, yang membahas prinsip pertama dan sebab pertama (Metafisika Al Quran karya Doktor Filsafat Muhammad Husaini Beheshti).
Dalam Islam, jelas sebab pertama tersebut adalah Allah Yang Maha Esa. Pemikir Islam yang sangat menonjol di dalam ilmu metafisika dan ilmu pengetahuan adalah Ibnu Sina (930 - 1036 M). Dalam bukunya Al-Syifa, Ibnu Sina banyak membahas ilmu­-ilmu alam dan metafisika, yang disusunnya hingga seri keenam. Berdasarkan kajian tentang metafisika oleh Aristoteles dan Ibnu Sina, Muhammad Husaini menyimpulkan bahwa masalah funda­mental dari metafisika adalah mencari sumber dunia. Sedang­kan segenap masalah lainnya bersikap sekunder.
Berdasarkan penelitian, pemahaman, pengamalan, dan peng­alaman dan ilmu fisika maupun metafisika, manusia ternyata me­miliki orbit/ putaran layaknya planet-planet yang ada di alam se­mesta. Hal ini merupakan manifestasi manusia sebagai khalifatul­lah di bumi, yang berperan sebagai wakil Allah SWT di bumi un­tuk mengatur, memelihara, dan memanfaatkan alam beserta se­gala isinya. Dengan perkataan lain, manusia adalah planet kecil, namun mampu menjadi "planet besar" karena diberi mandat oleh Allah untuk menguasai dan memanfaatkan planet-planet lainnya.
Bila planet-planet lainnya (Venus, Bumi, hingga Pluto) menge­lilingi matahari melawan arah jarum jam (ke arah kiri) sambil berotasi umumnya juga ke arah kiri (kecuali Venus, Uranus, dan Pluto menurut ahli astronomi Calvin J. Hamilton), maka manusia memiliki dua orbit. Dua buah orbit itu adalah hasil dari kejadian manusia yang terdiri dari dua unsur. Ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya, Surat (15) Al Hijr ayat 28 dan 29:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berpesan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apa­bila Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tun­duklah kamu kepadanya dengan bersujud."

Juga Surat Al Israa' ayat 85: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberikan pengetahuan melainkan sedikit."
Dengan demikian, dua unsur itu adalah Ruh KU yang Maha Suci dan Tanah (yang mengandung tanah, air, udara, dan api) sebagai manifestasi dari alam semesta. Ruh KU yang Maha Suci dan hanya Allah SWT yang Maha Tahu, sedangkan manusia dila­rang membicarakan materinya. Namun setelah masuk ke dalam diri manusia terasa adanya energi pemberi hidup, yang ternyata memiliki orbit/putaran ke arah kanan dan posisinya di bagian atas diri manusia.
Sedangkan tanah sebagai manifestasi unsur alam menghasilkan energi berupa orbit/putaran ke arah kiri dan posisinya di bagian bawah manusia. Keberadaan energi pada setiap manusia ini sesuai dengan prinsip hukum fisika. Setiap benda di alam semesta, menurut ilmu fisika memiliki energi (Everything in our universe is nothing more than energy). Energi tersebut berbeda dari setiap benda, yang oleh Albert Einstein diukur dengan rumus E=m.c2 (E =energi sama dengan m=masa dikalikan dengan c2 = kecepatan pangkat dua). Semakin besar masa dan kecepatan bergerak dari sebuah benda, maka energi yang dihasilkannya akan semakin besar. Oleh karena faktor kecepatan lebih dominan pengaruhnya terhadap energi yang dihasilkan, maka setiap benda yang bergerak lebih ce­pat namun masanya kecil akan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan benda dengan masa lebih besar namun bergerak lebih pelan.
Kedua orbit yang dimiliki manusia bertemu tegak lurus sebagai hakikat penopang kehidupan manusia, yang menunjukkan ke­terkaitan tanpa putus antara manusia dengan Sang Pencipta tetapi juga masih terikat dengan kehidupan dunia. Orbit atas yang ber­putar ke kanan adalah manifestasi dari hablumminAllah, sedang­kan orbit bawah yang berputar ke arah kin sebagai manifestasi dari hablumminannas.
Untuk memperkuat temuan metafisika ini, perhatikan arah putaran ritual thawaf dalam ibadah haji/umroh. Thawaf dilakukan dengan mengelilingi Ka'bah ke arah kiri (bukan ke arah kanan dalam persepsi umum umat). Hal ini sebagai hakekat manusia yang pada dasarnya memiliki unsur tanah dan bagian dari alam semesta yang juga berputar ke kiri.
Tegaknya orbit manusia, khususnya orbit atas, sangat berpe­ngaruh kepada manusia dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Oleh sebab itu, orbit setiap orang harus senantiasa dijaga tegak lurus secara kokoh dan seimbang sesuai dengan prin­sip hablumminAllah dan hablumminannas. Dengan perkataan lain, manusia harus menjaga keseimbangan hidup dunia dan akhirat, keseimbangan antara amal dan ibadah sesuai tuntunan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Keseimbangan ini dapat dikendalikan di titik bertemunya or­bit atas dan orbit bawah, pada titik yang dinamakan Akal-Budi. Setiap perbuatan, perilaku, ucapan, dan pemikiran di dunia harus dikembalikan kepada pertimbangan Akal-Budi, karena titik itu tersambung langsung dengan unsur Ruh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan kebenaran menurut Islam (aturan transen­dental). Kebaikan dalam Islam selain untuk kemaslahatan ma­nusia yang menjalankannya, juga kebaikan bagi umat manusia lainnya sekaligus sebagai ibadah terhadap Allah SWT.
Dengan memahami proses terjadinya manusia, orbit yang di­milikinya, dan manifestasinya di dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia seyogyanya mampu untuk lebih memahami Islam seutuhnya. Pemahaman utuh tersebut akan menghasilkan manusia yang unggul dan berakhlak mulia. Upaya menjaga orbit manusia tersebut bisa dilatih setiap saat. Setiap manusia yang mampu men­jaga terus orbit atas dan orbit bawahnya secara seimbang dan tegak lurus akan mampu mendayagunakan seluruh potensi Akal-Budi­nya. Latihan intensif juga bisa mendeteksi adanya infiltrasi iblis/ syaitan yang selalu berupaya menyesatkan manusia.
Infiltrasi tersebut bisa terjadi melalui orbit bawah maupun or­bit atas. Gangguan terhadap orbit bawah tersebut terjadi karena manusia berasal dari tanah yang juga mengandung api (sebagai unsur utama iblis/ syaitan). Sedangkan gangguan terhadap orbit atas bisa terjadi karena manusia sering melamun atau hal-hal lain yang menyebabkan orbit atasnya berputar tidak beraturan sehingga iblis/syaitan bisa masuk.
Latihan menjaga orbit tersebut efektif pula memperbaiki kualitas ibadah manusia, sehingga bisa menjalankan ibadah dengan ikhlas dan khusyuk. Manfaat latihan orbit tersebut sungguh luar biasa.

















Kesimpulan

Metafisika merupakan ca­bang ilmu yang dulu banyak digunakan untuk memahami berbagai fenomena kehidupan dan alam semesta sedangkan islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Maka Dalam Islam, jelas sebab pertama tersebut adalah Allah Yang Maha Esa. Pemikir Islam yang sangat menonjol di dalam ilmu metafisika dan ilmu pengetahuan adalah Ibnu Sina (930 - 1036 M). Dalam bukunya Al-Syifa, Ibnu Sina banyak membahas ilmu­-ilmu alam dan metafisika, yang disusunnya hingga seri keenam. Berdasarkan kajian tentang metafisika oleh Aristoteles dan Ibnu Sina, Muhammad Husaini menyimpulkan bahwa masalah funda­mental dari metafisika adalah mencari sumber dunia. Sedang­kan segenap masalah lainnya bersikap sekunder.
Berdasarkan penelitian, pemahaman, pengamalan, dan peng­alaman dan ilmu fisika maupun metafisika, manusia ternyata me­miliki orbit/ putaran layaknya planet-planet yang ada di alam se­mesta. Hal ini merupakan manifestasi manusia sebagai khalifatul­lah di bumi, yang berperan sebagai wakil Allah SWT di bumi un­tuk mengatur, memelihara, dan memanfaatkan alam beserta se­gala isinya. Dengan perkataan lain, manusia adalah planet kecil, namun mampu menjadi "planet besar" karena diberi mandat oleh Allah untuk menguasai dan memanfaatkan planet-planet lainnya.
Makalah ini juga menjelaskan mengenai unsur unsur metafisika islam berdasarkan beberapa dalil yakni Ruh KU yang Maha Suci dan Tanah (yang mengandung tanah, air, udara, dan api) sebagai manifestasi dari alam semesta. Ruh KU yang Maha Suci dan hanya Allah SWT yang Maha Tahu, sedangkan manusia dila­rang membicarakan materinya. Namun setelah masuk ke dalam diri manusia terasa adanya energi pemberi hidup, yang ternyata memiliki orbit/putaran ke arah kanan dan posisinya di bagian atas diri manusia.
Sedangkan tanah sebagai manifestasi unsur alam menghasilkan energi berupa orbit/putaran ke arah kiri dan posisinya di bagian bawah manusia. Keberadaan energi pada setiap manusia ini sesuai dengan prinsip hukum fisika. Setiap benda di alam semesta, menurut ilmu fisika memiliki energi (Everything in our universe is nothing more than energy).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar